PURBALINGGA – Perkumpulan Pelaku Jamu Alami Indonesia (PPJAI) meramu kolaborasi lintas sektor dalam kegiatan Sinergitas Pentahelix 2025: Meracik Masa Depan Ekonomi Indonesia dengan Jamu Sebagai Warisan dan Peluang Ekonomi. Kegiatan yang digelar di Andrawina Hall, Owabong Cottage Bojongsari, Rabu (25/6/2025), mempertemukan unsur akademisi, pemerintah, pelaku usaha, komunitas, dan media.

Wakil Bupati Purbalingga, Dimas Prasetyahani, menegaskan pentingnya edukasi dan legalitas dalam penjualan produk jamu, terutama di era digital saat ini. Ia mengingatkan, banyak pelaku usaha muda yang hanya berperan sebagai digital marketer tanpa memahami legalitas produk yang dijual, sehingga rentan berhadapan dengan persoalan hukum.

“Ternyata di produk itu belum ada BPOM-nya, sertifikasi dan sebagainya, akhirnya berurusan dengan dinas terkait atau aparat penegak hukum. Ini malah jadi buah simalakama,” jelasnya.  

Ia juga menyoroti praktik overklaim khasiat yang dapat menyesatkan konsumen dan merusak kepercayaan terhadap jamu. “Overklaim atau hiperbola jadi temuan, hingga seolah-olah dokter-dokter tidak laku lagi,” ujarnya.

Wabup turut mengingatkan bahwa ekosistem usaha jamu bisa rusak jika pelakunya saling menjatuhkan. Kadang karena saking banyaknya pelaku usaha, sampai saling makan teman. “Bisnis yang tidak sehat ekosistemnya tidak akan bertahan lama,” tegasnya.

Ia berharap PPJAI mampu menjadi penghubung sekaligus penyaring agar seluruh pelaku jamu bisa tumbuh bersama dalam persaingan yang sehat dan beretika. Ia mengajak para peserta untuk menyaksikan secara seksama jalannya dialog karena yang hadir merupakan pelaku jamu yang telah meniti usaha dari mikro, kecil, hingga menjadi besar.



Ketua Panitia Azif Yunan Hashinudin menjelaskan bahwa kegiatan Sinergitas Pentahelix ini merupakan agenda tahunan PPJAI. “Organisasi PPJAI ini semangat mengedepankan jamu dalam kemasan wadah lebih baik, profesional, dan modern, yang mampu mewarnai dunia kesehatan Indonesia,” ujarnya.

Kegiatan yang berlangsung sejak Selasa (24/6/2025) ini dimulai dengan registrasi dan fasilitasi izin edar BPOM, diikuti 20 perusahaan jamu. Dialog interaktif menjadi inti kegiatan, membahas potensi jamu sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang bernilai ekonomi tinggi.

Ketua Umum PPJAI, Mukit Hendrayatno, menyampaikan bahwa berkat digital marketing, produk jamu perlahan menembus pasar nasional. “Sebanyak 3.000 lapangan kerja terserap dari sektor jamu, dan jika ditambah petani, peternak, dan tenaga pemasaran, mungkin lebih dari 15.000 orang terserap,” katanya.

Ia menyebutkan, 90% bahan baku jamu masih berasal dari lokal. Ia menggagas industri jamu dengan pemasaran berbasis teknologi seperti AI dan sosial media. “Menggabungkan antara tradisi dan pembaruan. Warisan leluhur kita kemas menjadi bisnis modern,” jelasnya.

Mukit juga menekankan bahwa PPJAI tidak mengakomodasi penggunaan bahan kimia obat (BKO). “Selain membahayakan masyarakat, model bisnis ini tidak sustainable, maka kami terus memerangi BKO,” tegasnya. Ia menyebut kontribusi sektor jamu terhadap pajak nasional mencapai Rp100 miliar per tahun.

Anggota Komisi IX DPR RI, Tetty Rohatiningsih, mengimbau pelaku usaha jamu untuk memaksimalkan penggunaan bahan baku lokal. “Akomodir petani kecil agar ekonomi berjalan, dan tak ada lagi hasil panen yang tak laku,” tuturnya.

Kepala BPOM Banyumas, Gidion, menyatakan komitmen BPOM dalam mengawasi jamu yang beredar agar memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu. Ia berharap media turut berperan dalam mengedukasi masyarakat untuk memilih produk jamu yang aman dan legal.(Gn/Prokompim)